Pertama kali saya mengalami sakit kepala yang hebat itu saya masih di tempat kerja tapi untungnya sudah hampir waktunya pulang. Sampai rumah, saya minta suami antar saya cek ke RS dekat rumah. Dari situ ternyata baru ketahuan kalau saya kena pre eklampsia. Tekanan darah saya waktu itu 220/110. Pastinya saya ga bisa pulang ke rumah karena harus dirawat. Kepastian tentang pre eklampsi ini diperkuat setelah cek urin ternyata protein positif. Saya baru ingat kalau beberapa malam sebelumnya saya ada masalah dengan buang air kecil. Saya bisa belasan kali ke toilet di malam hari dan air yang keluar cuma setetes padahal perasaan seperti yang menahan kencing banyak.
Dokter kasih saya obat. Dopamet kalau tidak salah namanya. Tapi kondisi saya memburuk. Kesadaran saya berkurang sampai akhirnya tidak sadar sama sekali tengah malam itu. Akhirnya saya dipindahkan ke RS lain yang punya peralatan dan ruangan yang lebih lengkap. Sampai besok paginya saya masih belum sadar tetapi kondisi stabil dan dokter menyarankan pada suami untuk mempertahankan kehamilan. Tapi ternyata kondisi saya semakin buruk sampai saya mengalami kejang. Itu puncaknya ya saya rasa. Dan dokter dan suami saya memutuskan untuk menyelamatkan nyawa saya dengan cara mengeluarkan janin.
Tapi mungkin sudah takdirnya, bukan cuma nyawa saya yang tertolong, anak saya pun selamat meskipun dia lahir dengan berat yang kurang.
Dua hari setelah melahirkan akhirnya saya sadar. Tekanan darah masih tinggi tapi protein di urin sudah kembali negatif. Bengkak seketika hilang.
Proses untuk bisa stabil lagi tekanan darah itu ga sebentar. Butuh sekitar 1 tahun untuk betul-betul normal lagi. Bahkan 6 bulan pertama kadang masih suka tiba-tiba tinggi.
Sekedar info, anak saya sekarang sudah 15 bulan dan alhamdulillah dia aktif, sehat tidak kurang apapun. Tapi kalau saya ditanya mau tambah lagi atau tidak, saya masih pikir-pikir. Trauma? Mungkin. Yang jelas penyebab pre eklampsia dan eklampsia belum diketahui pasti, tidak bisa dihindari, dan itu hal paling ditakutkan pada kehamilan.